pilih nomer mna ?
Sabtu, 22 Februari 2014
Sabtu, 08 Februari 2014
Aikido sangat berbeda jika dibandingkan dengan beladiri lain seperti karate, taekwondo, kungfu dll. Perbedaan mendasar terletak pada filosofinya, aikido itu diciptakan hanya untuk mempertahankan diri, tapi beladiri lain pada umumnya diciptakan untuk menyerang dan mengalahkan. Oleh karena itulah di aikido tidak akan ditemukan semacam Kejuaraan beladiri seperti yang terdapat pada bela diri pada umumnya. Yang ada hanya peragaan teknik dengan semangat persaudaraan. Maka tak akan ada rasa benci, marah atau nafsu membunuh dalam beladiri aikido, semua harus dilakukan dengan ketenangan hati. Tanpa ketenangan hati, maka aikido tidak akan berguna.
Secara khusus aikido merupakan beladiri kuncian. Bagaimana melumpuhkan dan mengunci lawan tanpa mencederainya. semua dilakukan hanya untuk mempertahankan diri. Mungkin banyak beladiri yang juga menerapkan sistim kuncian, seperti kempo, jiujutsu, gulat. Namun beladiri-beladiri tersebut dikenal lebih agresif, juga ada pukulan dan tendangan. Yang hampir menyamai adalah jiu jitsu, karena memang pada penciptaan awal aikido, O sensei telah menguasai jiu jitsu maka tak heran ada beberapa kesamaan bentuk. Namun yang membedakan adalah dalam aikido ada putaran-putaran untuk mengalihkan dan memanfaatkan tenaga lawan. Jika lawan menyerang, maka tenaga itu akan dialirkan dengan putaran dan kemudian dilumpuhkan. Gerakan putaran-putaran itu yang tidak terdapat pada beladiri lain
Kamis, 06 Februari 2014
Penyeragaman Tehnik dan Penyerahan Sertifikat Yudhansa
Pada hari minggu tanggal 18 Maret di Adhyaksa Dojo - ruang JAMDATUN Gedung Kejaksaan, Institut Aikido Indonesia (IAI) mengadakan acara penyerahan sertifikat Yudhansa dan Penyeragaman Tehnik.
Penyerahan sertifikat tersebut diberikan oleh Sensei Gana Murti kepada para peserta Yudhansa termasuk dua aikidoka dari Dojo Kyoto yaitu Senpai Junus Dani dan Senpai Priyotomo (Instruktur Dojo Perwira - Purbalingga) dan juga dihadiri oleh puluhan aikidoka Institut Aikido Indonesia peserta penyeragaman tehnik.
Setelah penyerahan sertifikat dilanjutkan dengan Penyeragaman Tehnik yang dipimpin oleh Sensei Ronin selaku Komisi Teknik dan Sensei Jejen selaku Dewan Guru IAI. Penyeragaman 5 tehnik aikido dasar dimulai dari Ikkyo, Nikkyo, Sankyo, Yonkyo, dan Gokyo serta beberapa Tehnik Aplikasi.
Para aikidoka sangat menikmati dan semangat dalam mempraktekan apa yang diajarkan oleh kedua instruktur tersebut, apalagi ketika sensei jejen menunjukan tehnik aplikasi yang dimulai dari shomenuchi lalu nage melakukan irimi ke belakang uke, tangan kanan uke dipegang dengan tangan kanan nage dan lengan kiri nage mencekik leher uke dilanjutkan dengan melangkahkan kaki ke belakang hingga posisi setengah seiza lalu mematahkan leher dengan kedua tangan.
Tehnik aplikasi offensif juga ditunjukkan oleh salah satu sensei iai diakhir latihan dengan mengambil tehnik dari Marinir Amerika dengan cara tangan nage merangkul tangan kanan uke posisi berlawanan, lalu nage atemi pipi kanan uke dengan tangan kirinya hingga masuk dan posisi nage berada di belakang uke lalu tangan kiri nage mendorong wajah uke ke kiri disertai dengan tenkang ke kiri hingga jatuh lalu kunci tangan uke.
Acara penyeragamaInstitut Aikido Indonesia (IAI) ditutup dengan sambutan dari Pak Chu seorang dari kejaksaan yang pertama kali membuka dojo di kejaksaan untuk para staff kejaksaan dengan nama Dojo Ahdyaksa yang di instrukturi oleh Sensei Gana, pak chu juga salah satu pendiri dari IAI, untuk itu dia merencanakan untuk menjadikan Aikido sebagai bela diri seluruh staff kejaksaan di seluruh Indonesian tehnik aikido
Etika di Dojo
Ketaatan terhadap etika adalah menjadi bagian dari pelatihan Anda seperti belajar teknik.Berikut pedoman yang harus diperhatikan:

- Ketika memasuki atau meninggalkan dojo, yang tepat adalah menunduk ke arah gambar Sensei, kamiza, atau bagian depan dojo. Anda juga harus menunduk saat memasuki atau meninggalkan matras.
- Tidak ada sepatu di atas matras.
- Tepat waktu ketika ada kelas. Jika Anda kebetulan datang terlambat, duduk tenang dalam posisi Seiza di pinggir matras sampai instruktur memberikan ijin untuk bergabung latihan.
- Jika Anda harus harus meninggalkan matras atau dojo untuk alasan apapun selama ada kelas, datangi instrukturdan meminta izin.
- Hindari duduk di matras dengan punggung ke gambar dari Sensei atau kamiza. Juga, jangan bersandar di dindingatau duduk dengan kaki teracung. (Setidaknya duduk Seiza atau bersila.)
- Letakkan jam tangan, cincin dan perhiasan lainnya sebelum latihan.
- Jangan membawa makanan, permen, atau minuman ke dojo.
- Harap tetap memotong pendek kuku jari dan kuku kaki.
- Dimohon untuk tetap sedikit bicara selama ada kelas. Apabila ada percakapan harus dibatasi pada satu topik -Aikido.
- Melaksanakan SEGERA arahan instruktur. Jangan berlama-lama istirahat, kelas menunggu Anda!
- Tidak memerlukan perlawanan yang kasar atau kekuatan dalam kelas.
- Jaga kebersihan seragam latihan Anda, dalam kondisi yang baik, dan bebas dari bau yang menyengat.
- Silahkan membayar iuran keanggotaan anda segera. Jika, untuk alasan apapun, Anda tidak dapat membayar iurantepat waktu, bicaralah dengan orang yang bertanggung jawab mengumpulkan iuran. Kadang-kadang harga khusustersedia bagi mereka yang mengalami kesulitan keuangan.
- Jangan merapihkan pakaian Anda di matras.
- Ingatlah bahwa Anda berada di sini untuk belajar, dan bukan untuk memuaskan ego Anda. Memiliki sikap penerimaan dan kerendahan hati (meskipun tidak merendahkan diri) Oleh karena itu disarankan.
- Pertahankan akal sehat, standar kesopanan dan rasa hormat pada setiap saat.
Hakama
Hakama adalah pakaian tradisional Jepang yang biasa digunakan dalam seni beladiri seperti Aikido, Kendo, Jujutsu, dan Kyudo. Hakama dianggap sebagai suatu hal yang menarik bagi praktisi beladiri yang memakainya. Tidak sedikit dari praktisi beladiri tersebut yang berlatih hanya karena berambisi untuk dapat mengenakan hakama tanpa memahami maknanya. Bahkan beberapa diantaranya hanya ingin terlihat gagah atau anggun dengan hakama. Tentu saja hal ini sangatlah disayangkan.Hal yang kita perlu renungi bersama adalah, “Apakah kita sudah benar-benar memahami makna dari sebuah hakama?”. Karena pemahaman terhadap jiwa (spirit) dari hakama akan membantu kita dalam berlatih Aikido seperti yang diajarkan oleh O’ Sensei.
Dalam Aikido, hakama biasanya dikenakan oleh praktisi yang telah mencapai tingkat yudansha (shodan ke atas), kecuali bagi praktisi wanita. Mereka diperbolehkan mengenakan hakama pada tingkat kyu tertentu. Tradisi ini tanpa disadari menjadi sebuah persepsi yang salah bagi para praktisi Aikido dalam menilai makna dari sebuah hakama pada latihan mereka. Pendapat yang berkembang umumnya menganggap bahwa hakama mewakili tingkatan seseorang, sehingga ia dapat disebut sebagai “Sensei”. Bahkan hakama dinilai sebagai simbol superioritas mereka dalam teknik. Hal yang lebih menyedihkan, apabila seorang Aikidoka terburu-buru mengikuti ujian kenaikan tingkat hanya karena ingin cepat mengenakan hakama. Setelah ia mendapat apa yang dinginkannya, kemana Aikido akan dibawa dengan pemahaman seperti itu? Hal ini harus menjadi perhatian bagi kita yang ingin berlatih Aikido dengan benar agar tidak berjalan di atas rel yang salah. Oleh karena itu sangat penting untuk memahami dan merenungi makna dari hakama yang kita kenakan dalam latihan.
Hakama merupakan simbol dari spirit Budo dalam Aikido. Di dalamnya terdapat falsafah dan prinsip hidup seorang Budoka (ksatria). Maka untuk menjalankan falsafah hidup seorang kstaria menjadi tanggung jawab moral bagi siapa saja yang mengenakan hakama. Pada hakama terdapat 7 ruas (garis) yang terbujur secara vertikal, dengan posisi 5 garis di bagian depan dan 2 garis lain di bagian belakang. Setiap garis tersebut memiliki makna yang mendalam sebagai simbol dari karakteristik ajaran Budo. 7 ajaran Budo ini dikenal sebagai 7 Pilar Budo.
Ketujuh pilar tersebut adalah:
1. Gi/The Truth: Kebenaran
Kebenaran adalah titik kulminasi pencarian manusia yang tertinggi dalam hidupnya. Karena nilai kebenaran yang tertinggi hanya ada satu dan satu-satunya, yaitu Tuhan. Manusia dalam perjalanan hidupnya akan hampa dan tidak berarti apapun jika ia tidak menyadari bahwa ia merupakan bagian yang sangat kecil dari sekian banyak ciptaan Tuhan yang tidak terhitung jumlahnya. Manusia dengan egonya terkadang menjadikan dirinya seakan-akan poros dunia dan alam semesta. Pada kenyataannya, manusia layaknya sebutir debu ditengah padang pasir. Datang dan perginya tidak berarti apa-apa, kecuali mereka menemukan makna sejati dari kehidupannya di dunia.Dalam Budo, nilai-nilai spiritual merupakan esensi ajaran serta tujuan akhir dari perjalanan hidup seorang Budoka. Sehingga orang-orang yang mempelajari Budo (seni bela diri) , namun ia berpaling dari agama maka pada dasarnya ia tidak mengerti akan apa yang ia pelajari. Hal ini ditegaskan O’Sensei “Tidak ada di dunia ini yang tidak dapat mengajari kita. Untuk sebagian orang, contohnya, akan menjauhi atau tidak mau mengerti dari ajaran agama. Ini merupakan bukti bahwa mereka tidak dapat mengerti arti mendalam dari pengajaran ini. Ajaran agama berisi tentang sesuatu yang mendalam dan kebijaksanaan. Anda harus mengerti tentang hal ini dan menerapkan pengertian anda melalui Budo.”. Maka pahamilah Budo sebagi sebagai salah satu jalam untuk menerapkan ajaran spiritual dalam kehidupan kita sehari-hari.
2. Meiyo/Respect & Honor : Menghormati dan Kehormatan
Sikap menghormati merupakan sifat yang sangat lekat dengan karakter budaya masyarakat Jepang. Hal ini dapat kita lihat dari budaya “REI”, yaitu membungkukkan badan sebagai tanda menghormati seseorang. Dalam Budo sikap menghormati seperti ini merupakan gambaran nilai kehormatan bagi seorang samurai, dengan kata lain seorang samurai hanya dapat dikatakan memiliki sebuah kehormatan dalam dirinya, bila ia tahu bagaimana cara menghormati orang lain.
Dalam falsafah moral ini sangat penting untuk mempraktekkan cara bersikap dengan benar dan baik khususnya terhadap orang-orang yang statusnya berada diatas kita, seperti kepada orang tua kita, guru dan atasan atau tuan pada masa dahulu. Dalam buku “Bushido Shosinshu” yang ditulis oleh Taira Shigesuke (1639-1730), dikatakan bahwa “bagi para ksatria (Budoka), merawat dengan baik orang tua adalah suatu hal yang mendasar”. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kedua orang tua merupakan asal muasal eksistensi kita dimuka bumi, darah daging yang kita miliki adalah darah daging mereka. Mereka akan melakukan apapun yang terbaik untuk kehidupan anaknya. Maka sudah menjadi tugas dan kewajiban setiap orang, apalagi bagi mereka yang menempuh jalan ksatria (Budoka), untuk berbakti dan memuliakan kedua orang tua seumur hidupnya.Terhadap guru, kita juga harus menghormati mereka. Guru dalam bahasa Jepang disebut “Sensei”. Artinya orang yang terlahir lebih dahulu, dan lebih lanjut memiliki pemahaman sebagai orang yang memiliki pengetahuan & kebijaksanaan tentang kehidupan lebih mendalam dari yang kita miliki atau orang yang kita jadikan tempat belajar atau bertanya, sekalipun usianya mungkin lebih muda dari kita.Dalam Budo, guru diibaratkan sebagai orang tua kedua setelah kedua orang tua kita. Hal ini disebabkan karena mereka mengajarkan banyak hal tentang kehidupan setelah orang tua kita. Mereka turut mendidik dan membantu murid agar dapat menjalani kehidupan dengan baik.Seorang Sensei dalam Budo merupakan jabatan spiritual, dimana pertanggungjawaban moral saja tidaklah cukup. Seorang Sensei harus bertanggung jawab untuk mendidik murid-muridnya agar menjadi manusia yang lebih baik secara fisik, mental, moral dan akhirnya spiritual. Hal ini tidak kita temukan pada pendidikan modern dimana guru hanya merupakan jabatan fungsional dalam suatu sistem pendidikan.Seseorang yang mempelajari beladiri sebagai Budo harus memahami hal ini, sehingga tak seorang pun dari Budoka yang dapat mengatakan kepada orang lain “ Dia itu bekas guru saya” sebagaimana ia tidak dapat mengatakan “itu bekas orang tua saya” sekalipun ia sendiri telah menjadi orang tua. Orang tua akan tetap jadi orang tua kita karena kasih sayang mereka akan kita bawa hingga akhir hayat. Seperti juga guru, mereka tetap menjadi guru kita karena ilmu yang diberikan oleh guru akan kita bawa sampai akhir hayat.
3. Makoto/Honesty & Sincerity: Kejujuran dan Ketulusan
Kejujuran dalam tutur kata dan Ketulusan dalam perbuatan adalah hal yang esensial dalam Budo. Bila kita menghormati seseorang, maka kita lakukan dengan sepenuh hati dan jiwa, bukan tampilan fisik semata. Apabila kita bertutur kata, maka katakanlah yang sebenarnya, yang ada dalam hati dan pikiran kita dengan cara yang baik dan terhormat. Kejujuran merupakan hal yang sulit dilakukan kecuali bagi mereka yang memiliki keberanian dalam jiwa mereka.Menjaga kepercayaan dari orang lain (amanah), juga merupakan salah satu bentuk kejujuran dan ketulusan. Apabila anda dititipkan sebongkah emas ditangan anda dari seorang teman yang akan melakukan perjalanan jauh, maka anda harus memastikan bahwa emas itu aman ditangan anda sampai teman anda kembali. Andai kata teman anda meninggal dalam perjalanan, maka anda harus tetap dapat memastikan bahwa emas tersebut jatuh ke tangan keluarga yag berhak mewarisinya, tanpa mengambil atau berharap keuntungan sedikitpun dari situasi ini. Orang yang dapat melakukan hal seperti ini adalah seorang ksatria sejati.
4. Chugi/Loyalty: Kesetiaan
Kesetiaan adalah suatu sikap yang terhormat, sedangkan pengkhianatan adalah sikap yang rendah dan hina. Seorang ksatria akan menjaga kesetiaannya bahkan apabila harus mengorbankan nyawa sekalipun. Samurai-samurai pada jaman dahulu (sebelum restorasi Meiji) rela mengorbankan nyawa mereka untuk membela tuannya atau perguruannya. Pada saat sekarang ini kesetiaan tetap merupakan sebuah sikap yang sangat mulia dan sangat langka. Hanya orang-orang yang memiliki keberanian saja yang memiliki sikap seperti itu. Yang justru banyak terjadi di masa sekarang ini adalah seseorang sangat mudah melakukan pengkhianatan bila ia menemukan sesuatu yang dirasa dapat merugikan dirinya atau disisi lain untuk mendapatkan keuntungan lebih. Sikap seperti ini tidak ada tempat didalam Budo (jalan ksatria). Kesetiaan pada perguruan merupakan yang relevan hingga masa sekarang, namun bukan dalam arti larangan mempelajari bentuk beladiri lain. Melainkan untuk tetap menjaga nama baik dojo atau perguruan tempat dimana ia berlatih dan mengamalkan ilmunya dengan cara yang baik serta menjaga silsilah (mata rantai) dari ilmu yang telah ia pelajari.
5. Rei/Courtesy: Sopan Santun
Tata tertib dan sikap sopan santun adalah bagian yang integral dalam Budo. Tanpa sikap dan tata kesopanan yang baik dan benar, maka seseorang tidak dapat dikatakan sebagai ksatria sekalipun ia sangat mahir dalam bertempur. Sikap “Rei” adalah sebuah contoh yang mudah kita pahami. Rei pada saat memasuki dojo, memulai latihan, menutup latihan hingga kita keluar dojo, merupakan hal yang harus dilakukan dengan pemahaman yang mendalam. Sering kali hal seperti ini dianggap remeh karena tidak memahami semangat (spirit) dari latihan. Perlu diingat bahwa kita berlatih bukan sebatas untuk olah raga atau sekedar berlatih untuk bertarung namun diharapkan latihan aikido dapat membentuk mental, moral dan spiritual seorang aikidoka yang mampu beradaptasi pada kondisi seburuk apapun dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini sikap dan sopan santun sangatlah diperlukan sebagai sebuah disiplin dalam sebuah seni beladiri agar terbentuk sebuah keberanian yang diikuti sifat kerendahan hati para praktisinya.
6. Jin/Knowledge and Wisdom: Pengetahuan dan Kebijaksanaan
Budo merupakan suatu bentuk pengetahuan yang menghasilkan kebijaksanaan. Setiap pengetahuan haruslah menghasilkan sebuah nilai kebijaksanaan. Tanpa kebijaksanaan pengetahuan hanya akan menghasilkan bencana. Berabad-abad manusia hidup menghasilkan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi. Salah satunya adalah teknologi persenjataan. Dengan teknologi persenjataan pada masa kini, semakin banyak orang tidak berdosa menjadi korban peperangan yang didasari oleh keserakahan.Demikianlah contoh sebuah pengetahuan yang dicapai tanpa menghasilkan kebijaksanaan. Dalam Budo anda mempelajari tentang nilai hidup dan mati. Anda melatih kemampuan hati, pikiran dan tubuh untuk menerima kematian atau mengakibatkan terjadinya hal tersebut. Oleh karenanya, pengetahuan Budo tanpa kebijaksanaan adalah sebuah malapetaka kemanusiaan.Kebijaksanaan tertinggi dalam Budo adalah mengalahkan diri sendiri dan menempa hati, pikiran dan tubuh untuk bersungguh-sungguh mencari nilai kebenaran tertinggi.
7. Yuki/Courage: Keberanian
Keberanian diletakkan pada urutan terakhir dari ke 7 pilar Budo, karena keberanian hanya dapat diperoleh setelah seseorang mampu memahami dan menjalani ke 6 pilar sebelumnya. Keberanian dalam diri seorang ksatria merupakan pancaran dan sifat-sifat serta akhlak yang mulia. Keberanian yang dilandasi pemahaman terhadap nilai-nilai kebenaran sejati dan kehormatan diri bukan keberanian yang didasari pada kemarahan dan keinginannya untuk mengalahkan orang lain.Oleh sebab itu seorang Budoka harus memastikan dirinya selalu berpegang teguh pada nilai kebenaran, karena pertempuran yang pertama dapat menjadi pertempuran terakhir baginya. Sekali ia mengambil keputusan untuk bertempur maka ia tidak akan mundur atau lari. Dia juga tidak akan pernah menyesal dengan keputusan yang diambil, sekalipun ia harus kehilangan nyawa. Karena ia tahu bahwa ia berada dalam kebenaran.
Sekali lagi dalam Budo, nilai keberanian adalah hasil pemahaman atas nilai-nilai kebenaran dan kemuliaan akhlak, sehingga dalam pertempuran yang sebenarnya tidak ada nilai menang atau kalah tetapi nilai benar dan salah dalam berpijak dan bersikap terhadap kehidupan yang kita jalani.
Penutup
Di beberapa literatur, dijelaskan tentang nilai-nilai Budo dengan urutan atau kandungan yang agak berbeda, tetapi tetap memiliki esensi yang sama, yaitu mengenai ajaran moral, mental dan spiritual yang harus dimiliki seorang Budoka. Berdasarkan nilai-nilai yang telah dijelaskan diatas, maka diharapkan para aikidoka, khususnya para yudansha dapat mengerti atau memahami secara mendalam dan mengamalkannya dalam kehidupan serta mengajarkan kepada generasi berikutnya terutama murid-muridnya, sebagai sebuah tanggung jawab dari apa yang ia pahami dan pelajari dari arti sebuah hakama yang telah ia kenakan
7 Pilar Budo
1. Gi/The Truth: KebenaranKebenaran adalah titik kulminasi pencarian manusia yang tertinggi dalam hidupnya. Karena nilai kebenaran yang tertinggi hanya ada satu dan satu-satunya, yaitu Tuhan. Manusia dalam perjalanan hidupnya akan hampa dan tidak berarti apapun jika ia tidak menyadari bahwa ia merupakan bagian yang sangat kecil dari sekian banyak ciptaan Tuhan yang tidak terhitung jumlahnya. Manusia dengan egonya terkadang menjadikan dirinya seakan-akan poros dunia dan alam semesta. Pada kenyataannya, manusia layaknya sebutir debu ditengah padang pasir. Datang dan perginya tidak berarti apa-apa, kecuali mereka menemukan makna sejati dari kehidupannya di dunia.Dalam Budo, nilai-nilai spiritual merupakan esensi ajaran serta tujuan akhir dari perjalanan hidup seorang Budoka. Sehingga orang-orang yang mempelajari Budo (seni bela diri) , namun ia berpaling dari agama maka pada dasarnya ia tidak mengerti akan apa yang ia pelajari. Hal ini ditegaskan O’Sensei “Tidak ada di dunia ini yang tidak dapat mengajari kita. Untuk sebagian orang, contohnya, akan menjauhi atau tidak mau mengerti dari ajaran agama. Ini merupakan bukti bahwa mereka tidak dapat mengerti arti mendalam dari pengajaran ini. Ajaran agama berisi tentang sesuatu yang mendalam dan kebijaksanaan. Anda harus mengerti tentang hal ini dan menerapkan pengertian anda melalui Budo.”. Maka pahamilah Budo sebagi sebagai salah satu jalam untuk menerapkan ajaran spiritual dalam kehidupan kita sehari-hari.2. Meiyo/Respect & Honor : Menghormati dan KehormatanSikap menghormati merupakan sifat yang sangat lekat dengan karakter budaya masyarakat Jepang. Hal ini dapat kita lihat dari budaya “REI”, yaitu membungkukkan badan sebagai tanda menghormati seseorang. Dalam Budo sikap menghormati seperti ini merupakan gambaran nilai kehormatan bagi seorang samurai, dengan kata lain seorang samurai hanya dapat dikatakan memiliki sebuah kehormatan dalam dirinya, bila ia tahu bagaimana cara menghormati orang lain.Dalam falsafah moral ini sangat penting untuk mempraktekkan cara bersikap dengan benar dan baik khususnya terhadap orang-orang yang statusnya berada diatas kita, seperti kepada orang tua kita, guru dan atasan atau tuan pada masa dahulu. Dalam buku “Bushido Shosinshu” yang ditulis oleh Taira Shigesuke (1639-1730), dikatakan bahwa “bagi para ksatria (Budoka), merawat dengan baik orang tua adalah suatu hal yang mendasar”. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kedua orang tua merupakan asal muasal eksistensi kita dimuka bumi, darah daging yang kita miliki adalah darah daging mereka. Mereka akan melakukan apapun yang terbaik untuk kehidupan anaknya. Maka sudah menjadi tugas dan kewajiban setiap orang, apalagi bagi mereka yang menempuh jalan ksatria (Budoka), untuk berbakti dan memuliakan kedua orang tua seumur hidupnya.Terhadap guru, kita juga harus menghormati mereka. Guru dalam bahasa Jepang disebut “Sensei”. Artinya orang yang terlahir lebih dahulu, dan lebih lanjut memiliki pemahaman sebagai orang yang memiliki pengetahuan & kebijaksanaan tentang kehidupan lebih mendalam dari yang kita miliki atau orang yang kita jadikan tempat belajar atau bertanya, sekalipun usianya mungkin lebih muda dari kita.Dalam Budo, guru diibaratkan sebagai orang tua kedua setelah kedua orang tua kita. Hal ini disebabkan karena mereka mengajarkan banyak hal tentang kehidupan setelah orang tua kita. Mereka turut mendidik dan membantu murid agar dapat menjalani kehidupan dengan baik.Seorang Sensei dalam Budo merupakan jabatan spiritual, dimana pertanggungjawaban moral saja tidaklah cukup. Seorang Sensei harus bertanggung jawab untuk mendidik murid-muridnya agar menjadi manusia yang lebih baik secara fisik, mental, moral dan akhirnya spiritual. Hal ini tidak kita temukan pada pendidikan modern dimana guru hanya merupakan jabatan fungsional dalam suatu sistem pendidikan.Seseorang yang mempelajari beladiri sebagai Budo harus memahami hal ini, sehingga tak seorang pun dari Budoka yang dapat mengatakan kepada orang lain “ Dia itu bekas guru saya” sebagaimana ia tidak dapat mengatakan “itu bekas orang tua saya” sekalipun ia sendiri telah menjadi orang tua. Orang tua akan tetap jadi orang tua kita karena kasih sayang mereka akan kita bawa hingga akhir hayat. Seperti juga guru, mereka tetap menjadi guru kita karena ilmu yang diberikan oleh guru akan kita bawa sampai akhir hayat.3. Makoto/Honesty & Sincerity: Kejujuran dan KetulusanKejujuran dalam tutur kata dan Ketulusan dalam perbuatan adalah hal yang esensial dalam Budo. Bila kita menghormati seseorang, maka kita lakukan dengan sepenuh hati dan jiwa, bukan tampilan fisik semata. Apabila kita bertutur kata, maka katakanlah yang sebenarnya, yang ada dalam hati dan pikiran kita dengan cara yang baik dan terhormat. Kejujuran merupakan hal yang sulit dilakukan kecuali bagi mereka yang memiliki keberanian dalam jiwa mereka.Menjaga kepercayaan dari orang lain (amanah), juga merupakan salah satu bentuk kejujuran dan ketulusan. Apabila anda dititipkan sebongkah emas ditangan anda dari seorang teman yang akan melakukan perjalanan jauh, maka anda harus memastikan bahwa emas itu aman ditangan anda sampai teman anda kembali. Andai kata teman anda meninggal dalam perjalanan, maka anda harus tetap dapat memastikan bahwa emas tersebut jatuh ke tangan keluarga yag berhak mewarisinya, tanpa mengambil atau berharap keuntungan sedikitpun dari situasi ini. Orang yang dapat melakukan hal seperti ini adalah seorang ksatria sejati.4. Chugi/Loyalty: KesetiaanKesetiaan adalah suatu sikap yang terhormat, sedangkan pengkhianatan adalah sikap yang rendah dan hina. Seorang ksatria akan menjaga kesetiaannya bahkan apabila harus mengorbankan nyawa sekalipun. Samurai-samurai pada jaman dahulu (sebelum restorasi Meiji) rela mengorbankan nyawa mereka untuk membela tuannya atau perguruannya. Pada saat sekarang ini kesetiaan tetap merupakan sebuah sikap yang sangat mulia dan sangat langka. Hanya orang-orang yang memiliki keberanian saja yang memiliki sikap seperti itu. Yang justru banyak terjadi di masa sekarang ini adalah seseorang sangat mudah melakukan pengkhianatan bila ia menemukan sesuatu yang dirasa dapat merugikan dirinya atau disisi lain untuk mendapatkan keuntungan lebih. Sikap seperti ini tidak ada tempat didalam Budo (jalan ksatria). Kesetiaan pada perguruan merupakan yang relevan hingga masa sekarang, namun bukan dalam arti larangan mempelajari bentuk beladiri lain. Melainkan untuk tetap menjaga nama baik dojo atau perguruan tempat dimana ia berlatih dan mengamalkan ilmunya dengan cara yang baik serta menjaga silsilah (mata rantai) dari ilmu yang telah ia pelajari.5. Rei/Courtesy: Sopan SantunTata tertib dan sikap sopan santun adalah bagian yang integral dalam Budo. Tanpa sikap dan tata kesopanan yang baik dan benar, maka seseorang tidak dapat dikatakan sebagai ksatria sekalipun ia sangat mahir dalam bertempur. Sikap “Rei” adalah sebuah contoh yang mudah kita pahami. Rei pada saat memasuki dojo, memulai latihan, menutup latihan hingga kita keluar dojo, merupakan hal yang harus dilakukan dengan pemahaman yang mendalam. Sering kali hal seperti ini dianggap remeh karena tidak memahami semangat (spirit) dari latihan. Perlu diingat bahwa kita berlatih bukan sebatas untuk olah raga atau sekedar berlatih untuk bertarung namun diharapkan latihan aikido dapat membentuk mental, moral dan spiritual seorang aikidoka yang mampu beradaptasi pada kondisi seburuk apapun dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini sikap dan sopan santun sangatlah diperlukan sebagai sebuah disiplin dalam sebuah seni beladiri agar terbentuk sebuah keberanian yang diikuti sifat kerendahan hati para praktisinya.6. Jin/Knowledge and Wisdom: Pengetahuan dan KebijaksanaanBudo merupakan suatu bentuk pengetahuan yang menghasilkan kebijaksanaan. Setiap pengetahuan haruslah menghasilkan sebuah nilai kebijaksanaan. Tanpa kebijaksanaan pengetahuan hanya akan menghasilkan bencana. Berabad-abad manusia hidup menghasilkan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi. Salah satunya adalah teknologi persenjataan. Dengan teknologi persenjataan pada masa kini, semakin banyak orang tidak berdosa menjadi korban peperangan yang didasari oleh keserakahan.Demikianlah contoh sebuah pengetahuan yang dicapai tanpa menghasilkan kebijaksanaan. Dalam Budo anda mempelajari tentang nilai hidup dan mati. Anda melatih kemampuan hati, pikiran dan tubuh untuk menerima kematian atau mengakibatkan terjadinya hal tersebut. Oleh karenanya, pengetahuan Budo tanpa kebijaksanaan adalah sebuah malapetaka kemanusiaan.Kebijaksanaan tertinggi dalam Budo adalah mengalahkan diri sendiri dan menempa hati, pikiran dan tubuh untuk bersungguh-sungguh mencari nilai kebenaran tertinggi.7. Yuki/Courage: KeberanianKeberanian diletakkan pada urutan terakhir dari ke 7 pilar Budo, karena keberanian hanya dapat diperoleh setelah seseorang mampu memahami dan menjalani ke 6 pilar sebelumnya. Keberanian dalam diri seorang ksatria merupakan pancaran dan sifat-sifat serta akhlak yang mulia. Keberanian yang dilandasi pemahaman terhadap nilai-nilai kebenaran sejati dan kehormatan diri bukan keberanian yang didasari pada kemarahan dan keinginannya untuk mengalahkan orang lain.Oleh sebab itu seorang Budoka harus memastikan dirinya selalu berpegang teguh pada nilai kebenaran, karena pertempuran yang pertama dapat menjadi pertempuran terakhir baginya. Sekali ia mengambil keputusan untuk bertempur maka ia tidak akan mundur atau lari. Dia juga tidak akan pernah menyesal dengan keputusan yang diambil, sekalipun ia harus kehilangan nyawa. Karena ia tahu bahwa ia berada dalam kebenaran.Sekali lagi dalam Budo, nilai keberanian adalah hasil pemahaman atas nilai-nilai kebenaran dan kemuliaan akhlak, sehingga dalam pertempuran yang sebenarnya tidak ada nilai menang atau kalah tetapi nilai benar dan salah dalam berpijak dan bersikap terhadap kehidupan yang kita jalani.Di beberapa literatur, dijelaskan tentang nilai-nilai Budo dengan urutan atau kandungan yang agak berbeda, tetapi tetap memiliki esensi yang sama, yaitu mengenai ajaran moral, mental dan spiritual yang harus dimiliki seorang Budoka. Berdasarkan nilai-nilai yang telah dijelaskan diatas, maka diharapkan para aikidoka, khususnya para yudansha dapat mengerti atau memahami secara mendalam dan mengamalkannya dalam kehidupan serta mengajarkan kepada generasi berikutnya terutama murid-muridnya, sebagai sebuah tanggung jawab dari apa yang ia pahami dan pelajari dari arti sebuah hakama yang telah ia kenakan.
1. Gi/The Truth: KebenaranKebenaran adalah titik kulminasi pencarian manusia yang tertinggi dalam hidupnya. Karena nilai kebenaran yang tertinggi hanya ada satu dan satu-satunya, yaitu Tuhan. Manusia dalam perjalanan hidupnya akan hampa dan tidak berarti apapun jika ia tidak menyadari bahwa ia merupakan bagian yang sangat kecil dari sekian banyak ciptaan Tuhan yang tidak terhitung jumlahnya. Manusia dengan egonya terkadang menjadikan dirinya seakan-akan poros dunia dan alam semesta. Pada kenyataannya, manusia layaknya sebutir debu ditengah padang pasir. Datang dan perginya tidak berarti apa-apa, kecuali mereka menemukan makna sejati dari kehidupannya di dunia.Dalam Budo, nilai-nilai spiritual merupakan esensi ajaran serta tujuan akhir dari perjalanan hidup seorang Budoka. Sehingga orang-orang yang mempelajari Budo (seni bela diri) , namun ia berpaling dari agama maka pada dasarnya ia tidak mengerti akan apa yang ia pelajari. Hal ini ditegaskan O’Sensei “Tidak ada di dunia ini yang tidak dapat mengajari kita. Untuk sebagian orang, contohnya, akan menjauhi atau tidak mau mengerti dari ajaran agama. Ini merupakan bukti bahwa mereka tidak dapat mengerti arti mendalam dari pengajaran ini. Ajaran agama berisi tentang sesuatu yang mendalam dan kebijaksanaan. Anda harus mengerti tentang hal ini dan menerapkan pengertian anda melalui Budo.”. Maka pahamilah Budo sebagi sebagai salah satu jalam untuk menerapkan ajaran spiritual dalam kehidupan kita sehari-hari.2. Meiyo/Respect & Honor : Menghormati dan KehormatanSikap menghormati merupakan sifat yang sangat lekat dengan karakter budaya masyarakat Jepang. Hal ini dapat kita lihat dari budaya “REI”, yaitu membungkukkan badan sebagai tanda menghormati seseorang. Dalam Budo sikap menghormati seperti ini merupakan gambaran nilai kehormatan bagi seorang samurai, dengan kata lain seorang samurai hanya dapat dikatakan memiliki sebuah kehormatan dalam dirinya, bila ia tahu bagaimana cara menghormati orang lain.Dalam falsafah moral ini sangat penting untuk mempraktekkan cara bersikap dengan benar dan baik khususnya terhadap orang-orang yang statusnya berada diatas kita, seperti kepada orang tua kita, guru dan atasan atau tuan pada masa dahulu. Dalam buku “Bushido Shosinshu” yang ditulis oleh Taira Shigesuke (1639-1730), dikatakan bahwa “bagi para ksatria (Budoka), merawat dengan baik orang tua adalah suatu hal yang mendasar”. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kedua orang tua merupakan asal muasal eksistensi kita dimuka bumi, darah daging yang kita miliki adalah darah daging mereka. Mereka akan melakukan apapun yang terbaik untuk kehidupan anaknya. Maka sudah menjadi tugas dan kewajiban setiap orang, apalagi bagi mereka yang menempuh jalan ksatria (Budoka), untuk berbakti dan memuliakan kedua orang tua seumur hidupnya.Terhadap guru, kita juga harus menghormati mereka. Guru dalam bahasa Jepang disebut “Sensei”. Artinya orang yang terlahir lebih dahulu, dan lebih lanjut memiliki pemahaman sebagai orang yang memiliki pengetahuan & kebijaksanaan tentang kehidupan lebih mendalam dari yang kita miliki atau orang yang kita jadikan tempat belajar atau bertanya, sekalipun usianya mungkin lebih muda dari kita.Dalam Budo, guru diibaratkan sebagai orang tua kedua setelah kedua orang tua kita. Hal ini disebabkan karena mereka mengajarkan banyak hal tentang kehidupan setelah orang tua kita. Mereka turut mendidik dan membantu murid agar dapat menjalani kehidupan dengan baik.Seorang Sensei dalam Budo merupakan jabatan spiritual, dimana pertanggungjawaban moral saja tidaklah cukup. Seorang Sensei harus bertanggung jawab untuk mendidik murid-muridnya agar menjadi manusia yang lebih baik secara fisik, mental, moral dan akhirnya spiritual. Hal ini tidak kita temukan pada pendidikan modern dimana guru hanya merupakan jabatan fungsional dalam suatu sistem pendidikan.Seseorang yang mempelajari beladiri sebagai Budo harus memahami hal ini, sehingga tak seorang pun dari Budoka yang dapat mengatakan kepada orang lain “ Dia itu bekas guru saya” sebagaimana ia tidak dapat mengatakan “itu bekas orang tua saya” sekalipun ia sendiri telah menjadi orang tua. Orang tua akan tetap jadi orang tua kita karena kasih sayang mereka akan kita bawa hingga akhir hayat. Seperti juga guru, mereka tetap menjadi guru kita karena ilmu yang diberikan oleh guru akan kita bawa sampai akhir hayat.3. Makoto/Honesty & Sincerity: Kejujuran dan KetulusanKejujuran dalam tutur kata dan Ketulusan dalam perbuatan adalah hal yang esensial dalam Budo. Bila kita menghormati seseorang, maka kita lakukan dengan sepenuh hati dan jiwa, bukan tampilan fisik semata. Apabila kita bertutur kata, maka katakanlah yang sebenarnya, yang ada dalam hati dan pikiran kita dengan cara yang baik dan terhormat. Kejujuran merupakan hal yang sulit dilakukan kecuali bagi mereka yang memiliki keberanian dalam jiwa mereka.Menjaga kepercayaan dari orang lain (amanah), juga merupakan salah satu bentuk kejujuran dan ketulusan. Apabila anda dititipkan sebongkah emas ditangan anda dari seorang teman yang akan melakukan perjalanan jauh, maka anda harus memastikan bahwa emas itu aman ditangan anda sampai teman anda kembali. Andai kata teman anda meninggal dalam perjalanan, maka anda harus tetap dapat memastikan bahwa emas tersebut jatuh ke tangan keluarga yag berhak mewarisinya, tanpa mengambil atau berharap keuntungan sedikitpun dari situasi ini. Orang yang dapat melakukan hal seperti ini adalah seorang ksatria sejati.4. Chugi/Loyalty: KesetiaanKesetiaan adalah suatu sikap yang terhormat, sedangkan pengkhianatan adalah sikap yang rendah dan hina. Seorang ksatria akan menjaga kesetiaannya bahkan apabila harus mengorbankan nyawa sekalipun. Samurai-samurai pada jaman dahulu (sebelum restorasi Meiji) rela mengorbankan nyawa mereka untuk membela tuannya atau perguruannya. Pada saat sekarang ini kesetiaan tetap merupakan sebuah sikap yang sangat mulia dan sangat langka. Hanya orang-orang yang memiliki keberanian saja yang memiliki sikap seperti itu. Yang justru banyak terjadi di masa sekarang ini adalah seseorang sangat mudah melakukan pengkhianatan bila ia menemukan sesuatu yang dirasa dapat merugikan dirinya atau disisi lain untuk mendapatkan keuntungan lebih. Sikap seperti ini tidak ada tempat didalam Budo (jalan ksatria). Kesetiaan pada perguruan merupakan yang relevan hingga masa sekarang, namun bukan dalam arti larangan mempelajari bentuk beladiri lain. Melainkan untuk tetap menjaga nama baik dojo atau perguruan tempat dimana ia berlatih dan mengamalkan ilmunya dengan cara yang baik serta menjaga silsilah (mata rantai) dari ilmu yang telah ia pelajari.5. Rei/Courtesy: Sopan SantunTata tertib dan sikap sopan santun adalah bagian yang integral dalam Budo. Tanpa sikap dan tata kesopanan yang baik dan benar, maka seseorang tidak dapat dikatakan sebagai ksatria sekalipun ia sangat mahir dalam bertempur. Sikap “Rei” adalah sebuah contoh yang mudah kita pahami. Rei pada saat memasuki dojo, memulai latihan, menutup latihan hingga kita keluar dojo, merupakan hal yang harus dilakukan dengan pemahaman yang mendalam. Sering kali hal seperti ini dianggap remeh karena tidak memahami semangat (spirit) dari latihan. Perlu diingat bahwa kita berlatih bukan sebatas untuk olah raga atau sekedar berlatih untuk bertarung namun diharapkan latihan aikido dapat membentuk mental, moral dan spiritual seorang aikidoka yang mampu beradaptasi pada kondisi seburuk apapun dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini sikap dan sopan santun sangatlah diperlukan sebagai sebuah disiplin dalam sebuah seni beladiri agar terbentuk sebuah keberanian yang diikuti sifat kerendahan hati para praktisinya.6. Jin/Knowledge and Wisdom: Pengetahuan dan KebijaksanaanBudo merupakan suatu bentuk pengetahuan yang menghasilkan kebijaksanaan. Setiap pengetahuan haruslah menghasilkan sebuah nilai kebijaksanaan. Tanpa kebijaksanaan pengetahuan hanya akan menghasilkan bencana. Berabad-abad manusia hidup menghasilkan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi. Salah satunya adalah teknologi persenjataan. Dengan teknologi persenjataan pada masa kini, semakin banyak orang tidak berdosa menjadi korban peperangan yang didasari oleh keserakahan.Demikianlah contoh sebuah pengetahuan yang dicapai tanpa menghasilkan kebijaksanaan. Dalam Budo anda mempelajari tentang nilai hidup dan mati. Anda melatih kemampuan hati, pikiran dan tubuh untuk menerima kematian atau mengakibatkan terjadinya hal tersebut. Oleh karenanya, pengetahuan Budo tanpa kebijaksanaan adalah sebuah malapetaka kemanusiaan.Kebijaksanaan tertinggi dalam Budo adalah mengalahkan diri sendiri dan menempa hati, pikiran dan tubuh untuk bersungguh-sungguh mencari nilai kebenaran tertinggi.7. Yuki/Courage: KeberanianKeberanian diletakkan pada urutan terakhir dari ke 7 pilar Budo, karena keberanian hanya dapat diperoleh setelah seseorang mampu memahami dan menjalani ke 6 pilar sebelumnya. Keberanian dalam diri seorang ksatria merupakan pancaran dan sifat-sifat serta akhlak yang mulia. Keberanian yang dilandasi pemahaman terhadap nilai-nilai kebenaran sejati dan kehormatan diri bukan keberanian yang didasari pada kemarahan dan keinginannya untuk mengalahkan orang lain.Oleh sebab itu seorang Budoka harus memastikan dirinya selalu berpegang teguh pada nilai kebenaran, karena pertempuran yang pertama dapat menjadi pertempuran terakhir baginya. Sekali ia mengambil keputusan untuk bertempur maka ia tidak akan mundur atau lari. Dia juga tidak akan pernah menyesal dengan keputusan yang diambil, sekalipun ia harus kehilangan nyawa. Karena ia tahu bahwa ia berada dalam kebenaran.Sekali lagi dalam Budo, nilai keberanian adalah hasil pemahaman atas nilai-nilai kebenaran dan kemuliaan akhlak, sehingga dalam pertempuran yang sebenarnya tidak ada nilai menang atau kalah tetapi nilai benar dan salah dalam berpijak dan bersikap terhadap kehidupan yang kita jalani.Di beberapa literatur, dijelaskan tentang nilai-nilai Budo dengan urutan atau kandungan yang agak berbeda, tetapi tetap memiliki esensi yang sama, yaitu mengenai ajaran moral, mental dan spiritual yang harus dimiliki seorang Budoka. Berdasarkan nilai-nilai yang telah dijelaskan diatas, maka diharapkan para aikidoka, khususnya para yudansha dapat mengerti atau memahami secara mendalam dan mengamalkannya dalam kehidupan serta mengajarkan kepada generasi berikutnya terutama murid-muridnya, sebagai sebuah tanggung jawab dari apa yang ia pahami dan pelajari dari arti sebuah hakama yang telah ia kenakan.
x
Steven Seagal instruktur Aikido

Steven Seagal adalah benar-benar instruktur Aikido (sampai karir filmnya didapat dari jalan ini). Dia sudah peringkat dan ketujuh (Aikikai) dan telah menjalankan dojo sendiri di Jepang dan Amerika Serikat. Sebagian besar dari apa yang Anda lihat dalam film,bagaimanapun, Aikido di film bukan seperti apa yang dipraktekkan di dojo. Beberapa berpendapat bahwa bukan Aikido sama sekali.
Aikido Nya adalah nyata. Inilah yang Wendy Palmer katakan dalam "Aikido di Amerika":
Dia memiliki lemparan besar. Sangat energik, sangat cepat, sangat kuat. Dia akan mengusir saya - bam! - Saya akan dipukul ke matras; ludah akan terbang keluar dari mulut saya, hal semacam itu, benar-benar kuat. [...] Dia memiliki Aikido sangat baik. Diabenar-benar melakukannya. Dia melemparkan saya sangat penuh semangat. Pada saat itu ia tidak terlalu berotot. Dia kuat, aiki-kuat, padahal ia tidak memiliki jenis olahraga-otot tubuh sama sekali. Inilemparan sangat cepat, sangat energik. Anda tidak pernah tahu apa yang terjadi. Dia bisa melakukan seni itu.
Aikido Nya adalah nyata. Inilah yang Wendy Palmer katakan dalam "Aikido di Amerika":
Dia memiliki lemparan besar. Sangat energik, sangat cepat, sangat kuat. Dia akan mengusir saya - bam! - Saya akan dipukul ke matras; ludah akan terbang keluar dari mulut saya, hal semacam itu, benar-benar kuat. [...] Dia memiliki Aikido sangat baik. Diabenar-benar melakukannya. Dia melemparkan saya sangat penuh semangat. Pada saat itu ia tidak terlalu berotot. Dia kuat, aiki-kuat, padahal ia tidak memiliki jenis olahraga-otot tubuh sama sekali. Inilemparan sangat cepat, sangat energik. Anda tidak pernah tahu apa yang terjadi. Dia bisa melakukan seni itu.
Langganan:
Postingan (Atom)